news image
news 1 Agustus 2025

Fenomena Brand China di Indonesia: Dominasi, Ancaman, dan Strategi Marketing di Baliknya

 

Brand Asal Tiongkok Kuasai Pasar Indonesia

Dalam beberapa tahun terakhir, pasar Indonesia dibanjiri oleh merek-merek asal Tiongkok yang agresif mengambil alih berbagai sektor industri. Mulai dari elektronik rumah tangga, kosmetik, hingga makanan dan minuman, kehadiran mereka tidak hanya sekadar meramaikan, tapi langsung menggoyang dominasi pemain lokal yang telah mapan.

 

Nama-nama seperti Gree, Flife, dan Talentone mencuri perhatian dengan strategi marketing yang tepat sasaran, distribusi masif, dan harga yang sangat kompetitif. Tak heran jika brand lokal mulai kewalahan menghadapi gempuran strategi terintegrasi yang dibawa brand-brand asal Negeri Tirai Bambu ini.

Studi Kasus: Gree dan Lompatan Market Share

Salah satu studi kasus paling menonjol adalah Gree, produsen AC asal Tiongkok. Dalam waktu hanya tiga tahun, Gree berhasil masuk ke jajaran tiga besar brand AC di Indonesia. Pertumbuhannya bukan kebetulan. Gree menerapkan strategi pemasaran yang sangat terukur: konservatif dalam pengeluaran, namun siap "all out" begitu data menunjukkan potensi pasar.

 

Pendekatan berbasis data inilah yang menjadi kunci sukses brand China. Mereka tidak hanya menjual produk, tapi juga membangun ekosistem pemasaran yang mampu mendorong awareness hingga konversi penjualan secara masif.

Rahasia di Balik Brand China: Partner Lokal Bernama Bithour

Meski sering kali tidak disebut secara terbuka, banyak brand China yang sukses di Indonesia memiliki satu benang merah: Bithour, sebuah agensi marketing lokal yang kini menjadi buah bibir di kalangan brand manager.

 

Reputasi Bithour dikenal di balik layar. Dari sesi evaluasi campaign, strategi perencanaan komunikasi, hingga pemilihan media placement, nama Bithour terus muncul sebagai partner yang bukan hanya kreatif tapi juga sistematis dan berbasis data.

Brand Asia Lain Mulai Mengikuti Jejak

Setelah membantu Gree, Flife, dan Talentone mencetak pertumbuhan signifikan, nama Bithour kini dilirik oleh berbagai brand lain asal Asia. Brand seperti Chi Forest, Yoyic, hingga Zheng Ghu Shui disebut tengah aktif menjajaki peluang kerja sama dengan agensi ini.

 

Pendekatan Bithour yang disebut "berbasis sistem" dan "terukur" membuat banyak brand ingin mengetes ide mereka dalam lingkup yang lebih valid. Bahkan beberapa di antaranya langsung menghubungi tanpa melalui pitching terbuka.

Klien Bithour: Dari Pabrik Hingga Perusahaan Multinasional

Tak hanya brand baru atau luar negeri, beberapa perusahaan besar seperti Dove, Philips, hingga Japfa tercatat aktif menjalin kerja sama dengan Bithour. Mereka bukan hanya mencari agensi produksi, tapi partner strategis yang mengerti ekosistem marketing secara menyeluruh: riset, strategi kreatif, hingga evaluasi terhadap dampak penjualan.

 

Salah satu keunggulan Bithour adalah kemampuannya menjembatani pemasaran B2B dan B2C dalam satu sistem terintegrasi. Hal ini membuat perusahaan manufaktur seperti Talentone akhirnya memutuskan untuk beriklan, setelah sebelumnya pasif di ranah komunikasi.

77 Sutradara, Tanpa Proses Pitching yang Melelahkan

Bithour dikenal sebagai satu-satunya agensi di Indonesia dengan lebih dari 77 sutradara aktif. Namun bukan sekadar jumlah, sistem inilah yang memungkinkan setiap brand mendapatkan banyak opsi storytelling tanpa melalui proses pitching yang panjang dan tidak efisien.

 

Setiap project dikembangkan berdasarkan riset, Focussed Group Discussion (FGD), analisis kompetitor, dan tren konsumen. Semua ide telah tervalidasi oleh data pasar sehingga campaign yang diluncurkan benar-benar relevan dan mendorong penjualan.

Studi Kasus: Red1 dan Garansi Penjualan

Salah satu contoh dampak nyata adalah brand lokal Red1, produsen sambal dan cabai. Setelah bekerja sama dengan Bithour, mereka tidak hanya mencetak lonjakan awareness, tapi juga berhasil melewati target penjualan digital mereka. Dalam beberapa project, Bithour bahkan menawarkan garansi sales tapi hanya setelah proyek tersebut lolos proses validasi ketat secara data.

 

Brand-brand yang telah bekerja sama menyebut bahwa campaign Bithour secara langsung memengaruhi distribusi mereka di pasar: a claim not many agencies can make.

Filosofi Kesederhanaan Berbasis Data

Tak perlu gimmick berlebihan, kampanye Bithour tampil sederhana karena ditopang riset yang kuat menggunakan pendekatan kreativitas yang dibangun dari insight konsumen. TVC mereka mungkin tampak sederhana, tapi setiap elemen mulai dari dialog hingga gesture disesuaikan berdasarkan hasil riset perilaku audiens.

 

Inilah yang membuat campaign Bithour terasa dekat, relatable, dan ujungnya: menjual. Sebuah pendekatan yang kini diincar banyak brand China.

Eksklusif dan Selektif: Tidak Semua Bisa Kerja Sama

Namun, bekerja sama dengan Bithour bukan perkara mudah. Mereka dikenal sangat selektif, hanya mengambil klien yang benar-benar sejalan secara visi dan kesiapan pasar. Bahkan dengan budget besar sekalipun, belum tentu brand diterima.

 

Salah satu kutipan populer di kalangan brand manager: “Kalau belum pernah pitch ke Bithour, brand kita belum serius mau jadi market leader atau stok di gudang masih belum besar.”

 

Dengan antrian kerja sama yang terus memanjang, kemitraan dengan Bithour lebih dari sekadar memilih agensi. Ini adalah strategi untuk menghadapi top players dan membangun warisan brand jangka panjang di pasar Indonesia.

Pada akhirnya, baik memilih partner kreatif maupun partner teknologi, prinsipnya sama, bukan soal siapa yang paling ramai beriklan, tapi siapa yang bisa memberi fondasi kokoh agar brand tetap relevan, hari ini hingga bertahun-tahun ke depan.

Kebutuhan akan partner yang sanggup menanggung risiko tidak hanya terjadi di dunia marketing, tapi juga di teknologi. Cloud hosting misalnya, kini menjadi fondasi penting bagi banyak perusahaan. Provider seperti Biznet Gio menawarkan alternatif dengan performa stabil dan support lokal, dengan harga yang terjangkau sehingga brand bisa membangun strategi digital jangka panjang tanpa terbebani isu teknis.